Jangan lepas maskerku: Risiko Penularan TB Paru pada Tenaga Kesehatan
By Cak Amin, dr, SpMK, M.Ked.Klin, IPCO PPI RSUD dr Soeroto Ngawi
Permenkes 27/2017 menyebutkan bahwa penularan penyakit infeksi dapat terjadi melalui beberapa cara: kontak secara langsung dan tidak langsung, kontak melalui vehikulum (perantara), airborne (udara), droplet (percikan), dan kontak melalui vektor.
Pada penyakit TBC paru, kuman M.tbc sebagai penyebab, terdapat di jaringan paru. Kuman ini dapat terbawa saat penderita batuk atau bersin bahkan bernafas biasa. Dinkele dkk (2021) melaporkan bahwa tranmisi kuman M.tbc ke udara dapat terjadi melalui udara pernafasan pasien. Villaorduna dkk (2013) melaporkan ada 40% penderita yang tidak mengeluarkan aerosol, dan 60% menghasilkan aerosol yang mengandung kuman M.tbc.
Kuman M.tbc merupakan kuman dengan patogenisitas yang tinggi. Clark dkk (2015) melaporkan dosis kuman M.tbc 1-5 CFU (Colony Forming Unit) sudah mampu menginfeksi tikus guinea. Public Health Agency of Canada (2017) menjelaskan bahwa dosis infektif minimal Mycobacterium tuberculosis pada manusia sangat rendah, cukup 1–10 CFU saja untuk dapat menyebabkan infeksi. Dosis ini tergolong sangat rendah dibanding banyak bakteri lain. Laporan yang sama juga menyebutkan bahwa basil tuberkulosis mampu bertahan hidup dalam keadaan infeksius di permukaan benda yang tidak terkena cahaya matahari langsung hingga beberapa bulan.
Efektifitas masker bedah dalam mencegah penularan melalui droplet.
Partikel air yang dikeluarkan melalui udara pernafasan, berbicara, batuk, dan bersin dapat mencapai diameter 10 mikron. Morawska dkk (2006) melaporkan bahwa droplet yang berukuran 10 mikron dapat bertahan di udara selama 300 detik/ 5 menit. Dengan ukuran 2-10 mikron, kuman M.tbc dapat terbawa oleh droplet tersebut. Asadi dkk (2019) melaporkan bahwa percakapan selama 10 menit berpotensi menghasilkan 6000 partikel ini. Masker bedah dapat memiliki kemampuan filtrasi hingga 98%.
Baru-baru ini ada peristiwa pembukaan paksa masker bedah seorang dokter oleh keluarga pasien yang merasa tidak puas dengan pelayanan rumah sakit. Adalah sangat berbahaya membuka masker pada kamar perawatan pasien yang menderita M.tbc paru/ pernafasan. Hal ini akan dapat menjadi potensi penularan. Jika hal itu terjadi pada tenaga kesehatan yang sering berinteraksi dengan pasien, maka dapat berpotensi menularkan kepada pasien yang lain yang dirawat oleh yang bersangkutan.
Saat ini infeksi M.tbc di Indonesia merupakan beban yang cukup berat. Jumlah kasusnya pada 2023 mencapai lebih 1 juta dengan kematian mencapai 134 ribu per tahun. Angka ini setara dengan sekitar 365 kematian setiap hari, atau 15 kematian setiap jam akibat TB di Indonesia. Dengan angka ini Indonesia menempati peringkat ke dua terbanyak setelah India.
Jika ditambahi dengan perilaku yang tidak baik seperti kasus di atas, maka akan terjadi potensi ledakan kasus yang lebih besar lagi.
Sabar, bersyukur, dan memaafkan.
Bagi seorang mukmin, sakit yang diderita merupakan penghapus dosa-dosa dan sekaligus menaikkan derajad di sisi Allah. Demikian juga dengan semua musibah yang dialami. Dengan bersabar dan bersyukur atas ujian dan karunia yang Allah berikan, akan menjadikan dia lebih arif dan bijaksana. Dalam QS Ali Imron ayat 134, Allah menyebutkan bahwa pemaaf dan menahan amarah merupakan sifat para penghuni surga. Mestinya dengan sikap yang positip ini tidak terjadi hal-hal yang buruk seperti pemaksaan membuka masker seperti kejadian di atas.
Adapun jika terjadi dugaan pengabaian pasien oleh perawat atau dokter di rumah sakit, maka semestinya akan dapat dibuktikan berdasarkan audit medis yang baik.