dr. Muhammad Amin, Sp. MK, MKed.Klin, PPRA RSUD dr. Soeroto Ngawi
Pendahuluan
Selama beberapa dekade, ada tenaga kesehatan—baik di tingkat klinis maupun akademik— dan
asuransi kesehatan yang mengasumsikan bahwa sepsis secara langsung dan mutlak selalu terkait
dengan keberadaan mikroorganisme dalam darah, terutama bakteri. Berdasarkan perkembangan
ilmu kedokteran, terutama setelah definisi Sepsis-3 tahun 2016, menunjukkan bahwa asumsi ini
tidak lagi relevan.
Definisi Sepsis Modern: Menurut Sepsis-3 (2016), sepsis adalah “disfungsi organ yang
mengancam nyawa akibat respons tubuh yang tidak terkontrol terhadap infeksi” (1). Artinya,
fokusnya bukan lagi pada keberadaan mikroorganisme dalam darah, melainkan pada respons
imun sistemik yang merusak jaringan dan organ, hingga menurunkan fungsi organ.
Bakteremia: Hanya Salah Satu Manifestasi
Bakteremia adalah kondisi di mana bakteri terdeteksi dalam sirkulasi darah. Bakteremia bisa
bersifat:
1. Transien: Bakteremia bersifat sesaat, seperti setelah menyikat gigi atau manipulaskateter.
2. Intermiten: Bakteremia terjadi hilang timbul, seperti pada abses atau infeksi organ
dalam.
3. Kontinu: Bakteremia terjadi secara terus-menerus, seperti pada endokarditis atau infeksi
intravascular (2).
Namun, pada sepsis, mikroorganisme tidak harus terdeteksi dalam darah. Bahkan, banyak kasus
sepsis yang tergolong culture-negative sepsis—yaitu tanpa bukti kultur positif dari darah
maupun cairan tubuh lain.
Fakta Klinis Penting:
- Vincent dkk melaporkan bahwa kultur darah positif hanya pada 60% pasien dengan
sepsis di Eropa (3). Phua dkk melaporkan ada 41,5% kultur darah negatip pada sepsis (4).
Studi yang lain menunjukkan bahwa 70–80% pasien sepsis tidak memiliki kultur darah
yang positif (5). - Meskipun tanpa bakteremia, pasien dapat mengalami gejala sepsis berat seperti hipotensi,
gagal ginjal, hipoksemia, atau gangguan kesadaran (4). - Patogenesis utama sepsis adalah aktivasi sistem imun oleh Pathogen Asociated Molecular
Pattern/PAMP (dari mikroba) yang memicu badai sitokin proinflamasi (IL-1, IL-6,TNF-α), ROS, dan NO (6).
Kesimpulan: Menganggap sepsis identik dengan bakteremia adalah miskonsepsi yang
berpotensi membahayakan, karena bisa menyebabkan keterlambatan diagnosis dan terapi.
Pemahaman modern menekankan bahwa sepsis adalah masalah disfungsi organ akibat respon
imun terhadap infeksi, terlepas dari ada tidaknya mikroorganisme dalam aliran darah.
Referensi:
- Singer M, et al. The Third International Consensus Definitions for Sepsis and Septic
Shock (Sepsis-3). JAMA. 2016. - Banik A, Bhat SH, Kumar A, Palit A, Snehaa K. Bloodstream infections and trends ofantimicrobial sensitivity patterns at Port Blair. J Lab Physicians. 2018 Jul-Sep;10(3):332-doi: 10.4103/JLP.JLP_50_18. PMID: 30078972; PMCID: PMC6052817.
- Vincent JL, et al. Sepsis in European intensive care units: results of the SOAP study. CritCare Med. 2006.
- Phua J, et al. Characteristics and outcomes of culture-negative versus culture-positive severe sepsis. Crit Care. 2013.
- Marik PE. Don’t miss the diagnosis of sepsis! Crit Care. 2014 Sep 27;18(5):529. doi: 10.1186/s13054-014-0529-6. PMID: 25675360; PMCID: PMC4331438.
- Schulte W, Bernhagen J, Bucala R. Cytokines in sepsis: potent immunoregulators and potential therapeutic targets–an updated view. Mediators Inflamm. 2013;2013:165974.doi: 10.1155/2013/165974. Epub 2013 Jun 18. PMID: 23853427; PMCID: PMC3703895.